Tidak seperti layanan terjemahan lain seperti Babel Fish dan AOL yang menggunakan SYSTRAN, Google menggunakan perangkat lunak terjemahan sendiri.
Google Terjemahan, seperti alat terjemahan otomatis lain, memiliki beberapa keterbatasan. Meskipun dapat membantu pembaca untuk memahami isi umum dari teks bahasa asing, tetapi tidak memberikan terjemahan akurat.
Google melakukan penerjemahkan dengan pendekatan yang disebut penerjemahan berdasar statistik. Penerjemahan demikian merupakan hasil penelitian Franz-Josef Och yang telah memenangkan kontes DARPA untuk kecepatan mesin terjemahan pada tahun 2003. Sekarang Och menjadi kepala departemen mesin penerjemah Google.
Menurut Och,[2] untuk mengembangkan sistem mesin penerjemah berdasar statistik bagi dua bahasa diperlukan suatu koleksi teks paralel dalam dua bahasa tersebut yang terdiri lebih dari satu juta kata dan dua koleksi teks lainnya untuk masing-masing bahasa yang terdiri lebih dari satu miliar kata. Model statistik dari data ini kemudian digunakan untuk melakukan penerjemahan antar bahasa-bahasa tersebut.
Untuk memperoleh data linguistik dalam jumlah sangat besar ini, Google menggunakan dokumen-dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tersedianya Bahasa Arab dan Cina sebagai bahasa resmi PBB mungkin menjadi salah satu alasan mengapa Google Terjemahan pada awalnya difokuskan pada pembuatan terjemahan antara bahasa Inggris dengan bahasa-bahasa tersebut, dan bukan, misalnya dengan Bahasa Jepang atau Jerman, yang bukan merupakan bahasa resmi di PBB. Perwakilan Google sangat aktif dalam konferensi lokal di Jepang meminta para peneliti untuk memberi mereka koleksi teks paralel.[3]
Mulai 25 September 2008, Google Terjemahan telah memasukkan Bahasa Indonesia ke dalam pilihan bahasa yang bisa diterjemahkan.
0 komentar:
Posting Komentar